Sebenarnya sudah lama saya pengin nulis pengalaman ke Pangandaran di awal tahun 2022 kemarin. Tapi malas hehehe… Januari berubah jadi Februari lama-lama jadi Mei dan tiba-tiba sudah akhir tahun 😀 .
Tujuan traveling ke Pangandaran sebenarnya bukan karena lokasi. Waktu itu saya tidak punya banyak info tentang Pangandaran dan sekitarnya. Saya cuma kepingin nyobain terbang dengan pesawat baling-baling tunggal sebagai salah satu hal di dalam bucket list, dan tidak terlalu ambil pusing itu pesawat terbangnya ke mana hahaha! Satu-satunya pesawat baling-baling tunggal yang berangkat dari Jakarta rutenya cuma ke Pangandaran. Yowes, berangkat! Ngapain di Pangandaran, lihat nanti aja deh.
Terbang dengan pesawat Cessna Grand Caravan itu sudah saya rencanakan sejak mid 2021, tapi terkendala lockdown bolak-balik, teman jalan yang jadwalnya nggak pernah pas sama jadwal saya, sampai semua akomodasi di Pangandaran yang penuh sejak September 2021. Akhirnya di Desember 2021 kami sepakat harus jalan di tanggal sekian di bulan Januari apa pun yang terjadi!
And we were glad we did it!
Continue reading
Saya tuh nggak pernah bisa nulis sekuel novel sendiri. Sepertinya saya pengin cepat-cepat move on dari siksaan cerita novel pertamanya. Maksudnya, kalau nulis sekuel itu, kita kan harus baca ulang lagi dan meresapi lagi novel pertamanya. Hm, guys, who the hell want to experience all the heartbreak and the struggle and the tears all over again?! Bukan saya, yang pasti. Jadi, setiap kali saya tulis ‘Selesai’ ya artinya saya berkomitmen untuk putus hubungan sampai di sini saja dengan Takung, Nina, Kirana, Rio, Yoshi, dan lain-lain.
Setelah menunggu beberapa bulan dan dijadwal ulang berkali-kali, akhirnya saya dan Hikari benar-benar jadi divaksin kemarin siang. Rasanya lega luar biasa. Bukan cuma lega, saya bersyukur luar biasa. Mengingat pandemi yang gak kelar-kelar dan kesempatan mendapat vaksin sangat langka untuk golongan usia, pekerjaan, latar belakang, dsb, dst, dll, saya dan anak bisa divaksin itu bisa masuk kategori yang bisa di-sujud-syukur-i.
He held out his hands and put the glass bowl in front of me. It was half full with small folded papers. Back in my apartment, Black, my goldfish, lived in the same kind of bowl. His hands were now on his hips. Sleeves rolled up and apron the color of coffee bean was crisp. His widened eyes were watching me. Expecting me to take one the folded papers.