Dulu-dulu saya tidak pernah menyangka pada suatu hari di hidup saya akan datang momen-momen di mana orang yang bertemu saya akan berkata…
“Gemukan ya?” sambil senyum manis pasang muka lugu.
Atau, “Wuiiih gemuk lo ya sekarang!” dengan suara kencang di tengah-tengah supermarket yang lagu pengiringnya tiba-tiba mati.
Atau, “Ya Tuhaaan, kamu gemuknya sekaraaang!” Seakan-akan kiamat sudah dekat karena ukuran baju saya bertambah beberapa nomor dan karena itu Tuhan harus dikabari.
Atau, “Pangling deeeeh sekarang udah makmur ya!”
“Dompet makmur, maksudnya?”
“Bukan. Badanmu makmur.”
Awalnya saya tidak merasa terusik dengan komentar soal berat badan ini. Maksud saya, hampir sepanjang umur saya ini kurus kering kerontang sampai kira-kira dua-tiga tahun lalu. Jadi ketika pada saatnya saya bertambah beberapa kilogram, saya bahagia. Kemudian kecuekan saya berangsur-angsur berubah menjadi keheranan melihat betapa banyaknya orang yang begitu perhatian dengan badan saya yang terlihat sehat gemukan. Sampai pada suatu titik, keheranan saya berubah menjadi rasa sebal ketika saya menyadari dari seluruh kosakata yang ada di dunia ini untuk menyapa saya, harus banget ya nanya komentar, “Kamu gemukan yaaa!” di luar fakta bahwa yang nanya lebih berat dibanding saya.
Si Adek satu ini merangkum betenya saya dengan sangat baik…
Sekarang ini saya sudah hampir kebal kalau ditanya soal bertambahnya berat badan. Satu, fakta benar saya memang lebih gemuk. Dua, terus….kenapa?
Jadi sekarang setiap ada yang komentar, “Gemukan sekarang.”
Saya akan tatap matanya menjawab, “Iya. Samaan ya kita?”
Mau diterusin percakapan ini?Sambil senyum.