Baunya Beda

Haha saya gak sedang ngomongin soal makanan atau bau badan. Saya mau cerita tentang teman baik saya yang jadi korban membaca draft tulisan saya.

Jadi sebagai penulis saya punya beberapa orang yang kerap saya mintain tolong membaca draft-draft tulisan (novel) saya. Mereka ini sebenarnya korban. Karena prosed menulis saya bisa lamaaaaa sekali -disambi jadi emak, jadi kuli kantor, jadi tukang anter Si Mami, jadi pemalas- seringkali para pembaca draft saya ini baru bisa membaca 4-5 bab pertama novel saya dan harus menunggu berbulan-bulan kemudian untuk tahu lanjutannya. Mau tahu endingnya? Bisa hitungan tahun! Saking perihnya jadi pembaca draft novel saya, si Nenek pernah mengibarkan bendera putih 🙂 Sebagai ucapan terima kasih atas pengorbanan para pembaca draft saya, nama mereka biasanya saya tulis dengan sepenuh hati di halaman persembahan di novel-novel saya. Moga-moga mereka ikhlas 🙂

Kemarin ini saya sedang eksperimen menulis cerpen. Eksperimen? Bagi saya menulis cerpen itu perlu usaha lebih. Cerita yang harusnya bisa panjaaaaang harus dipotong jadi 6 halaman saja. Seringkali malah cuma 3 halaman. Walau saya pernah nulis cerpen anak, nulis cerpen dewasa atau remaja masih jadi peer. Sebagai penulis juga saya kepengin bisa bereksperimen dengan segala gaya bahasa dong. Ini dia masalahnya.

Teman baik saya ini langsung lonjak-lonjak begitu saya tanya: mau baca cerpen gue gak?
Dia langsung balas: Mauuuuuu.
Saya curiga dia antusias karena saya nawarin cerpen. Pen. Pendek. Hahaha!

Satu kali 24 jam kemudian dia membalas email saya. Sambil ngomel panjang pendek. Ternyata dia gak suka eksprimen saya! Kata dia, baunya beda! Pokoknya dia gak suka cerpennya. Baunya beda! Ganti!

Saya baru tau kalau bau tulisan bisa bikin orang manyun lama.

Leave a Reply