Akhir Oktober lalu, saya dapat jatah work trip ke Surabaya. Ini pertama kalinya rute work trip ke kota ini karena biasanya work trip saya malah jauh ke bagian timur sana.
Karena kantor jarang banget punya kegiatan di Surabaya, kami tidak punya hotel langganan di kota ini yang akhirnya membuat kami melongok-longok ke sana ke mari untuk mencari referensi. Sampai akhirnya teman saya yang kekuasaannya meliputi pemilihan hotel, menjembrengkan daftar hotel.
“Yang ini mahal. Bujet lo nggak masuk.”
“Yang ini penuh.”
“Yang ini servisnya jelek.”
“Yang ini marketingnya ngeselin.”
“Yang ini bintang 5, bagus tempatnya, ruang meetingnya sesuai kemauan elo, servisnya bagus, masuk bujet lo…”
Perasaan saya langsung enggak enak.
“Tapi?” tanya saya.
“Tapi kata orang-orang berhantu.”
🙄
Ada yang tahu hotel yang dimaksud?
Enggak pakai lama kemudian, saya langsung minta booking di hotel itu. Bukan, saya bukan seorang pemberani, apalagi sok skeptis. Waktu itu, di kepala saya, kebersihan ruangan dan pelayanan bagus adalah dua kunci utama keberhasilan acara. Soal tempat berhantu, buat orang Indonesia mana ada tempat yang enggak berhantu? Sampai bos saya pernah komentar, “What is it with Indonesians and ghosts?” Saya sudah sumpahi dia ketemu satu aja, biar kapok. Singkat cerita, teman saya akhirnya setuju untuk menginapkan saya dan rombongan di Hotel Majapahit yang awalnya bernama Hotel Oranje. Hotel yang dibangun tahun 1910an dan sudah berganti nama beberapa kali itu terlalu bagus untuk dilewatkan, apalagi dengan komentar soal servisnya yang mumpuni. *halah*
Dalam kondisi capek karena pesawat seperti biasa delay saya tiba juga di hotel hampir tengah malam dan langsung dilayani dengan sangat baik oleh petugas. Saya diantar ke wing kiri lantai dua yang kamarnya persiiiiiis menghadap pohon guede banget. Pak Porter yang membawakan koper saya mendahului saya membuka pintu kamar dan masuk ke dalam untuk menyalakan lampu-lampu. Saya ada di mana? Saya ada di luar kamar memandangi kamar hotel yang bergaya kuno itu dengan perasaan…Saya boleh tidur di sofa lobi aja, plis? 😆 😆 😆
Saya belum pernah lihat kamar hotel semewah itu. Grandeur, lebih tepatnya. Dan ini saya bukan ngomongin tipe kamar. Hotel kolonial Savoy Homman di Bandung atau Sanur Beach di Bali pun tidak bisa menyamai aura hotel Majapahit. Ruang kamarnya yang terbagi tiga bagian: ruang duduk, ruang tidur, dan kamar mandi, benar-benar juara banget. Saya sampai khusus motret kamar mandinya buat teman saya yang histeris waktu tahu saya menginap di situ :D. Tapi, jujur aja, malam itu saya beneran enggak bisa tidur saking auranya terlalu keras buat saya. 😕
Yang lucu, begitu saya mengabarkan kepada dunia tempat saya menginap, timeline saya di instagram dan fesbuk langsung berubah jadi cerita horor. Ceritanya soal apa, silahkan cari sendiri, yak. Yang pasti, teman-teman saya setiap hari nagih cerita saya sedang apa demi melihat apakah saya masih hidup dan waras hahahahaha….. Baru kali ini linimasa saya aktif banget. Biasanya kalau saya work trip ke mana, mereka cuma komen ‘ikuuuuut’ :p .
Di luar bonus cerita ini itu dari teman-teman, saya bahagia karena bisa dapat obyek foto yang luar biasa kerennya. Selain itu sejarah dan cerita bangunan ini membuat saya merasa beruntung bisa merasakan tinggal di sini. Kalau kata teman saya, “kali aja Bung Tomo datengin elu terus diajak naik mobilnya keliling Surabaya.” 😕 Saya pilih bawa mobilnya sendiri aja deh. Mumpung mobilnya nangkring di lobi hotel.
Di luar mewahnya arsitektur hotel, yang bikin saya cinta sama hotel ini adalah tamannya. Empat jempol untuk tukang kebunnya. Sayangnya, ikon pohon besar di taman hotel sudah tidak ada karena kata petugasnya pohon itu tumbang dimakan rayap beberapa waktu lalu. Cedih.