The Familiar Tinge at Dawn

Short transit in Sydney before continuing to Brisbane. I couldn’t wait to see the tinge of morning colors above Sydney. First time I saw it a year ago, I was fascinated.

This visit is a bit different from last time. Still for work, but it feels somewhat heavier.
But smooth seas don’t make skillful sailors.

Tahun-Tahun yang Tidak Kembali di Pitch Perfect 3

IMDb
Setelah Loki, saya mau bahas film lain yang -saya masih surprised- saya tonton sejak film pertama. Pitch Perfect 3. Berbeda dengan sekuelnya Thor, saya masih ingat sedikit-sedikit jalan cerita film-film Pitch Perfect dari film pertama. Padahal ini film ringan yang tidak dimaksudkan untuk dipikirin moral story-nya setelah nonton 😀 . Etapi di film ketiga ini, saya malah nyangkut dengan pesan sampingannya.
Continue reading

Generasi yang Relevan

The road to the light is lonely.
Beberapa tahun belakangan ini setiap kali silaturahmi acara keluarga macam lebaran, saya menyadari betapa konyolnya saya karena masih sering terkaget-kaget mendapati para pakde, bude, om, dan tante seakan terlihat menua dengan drastis setiap kali bertemu.
“Ya eloooo munculnya sekali tiap beberapa purnama. Jelas aja pada keliatan makin tua!”
Begitu saya disemprot adik si Mami yang hampir seumur saya. Bisa jadi begitu karena saya memang termasuk yang jarang kumpul dengan berbagai alasan males. Kesalahan saya -saya pikir- adalah tanpa sengaja saya menghentikan waktu di saat saya berumur dua puluhan tahun sehingga yang saya ingat adalah wajah, tingkah laku, kebiasaan, sampai cara pandang para kerabat yang lebih tua di jaman saya baru lulus kuliah itu. I just froze them in that moment.
Continue reading

Capacity Building Penting. Buat Lo.

Beberapa bulan ini kantor saya punya program pelatihan Capacity Building untuk karyawannya yang jumlahnya enggak seberapa itu. Tujuan CB kantor saya ini standard lah seperti organisasi lain. Penyegaran. Pencerahan. Pengembangan kapasitas karyawan. Team building. Biar rame.

Pertemuan pertama -yang bahkan bukan sesi pertama- sudah kacau karena kami tidak kunjung menyepakati jadwal sesi pertama. Lah bagaimana mau menyepakati jadwal kalau setiap tim di kantor punya jadwal beda-beda ? 🙁 Sebagai anggota tim yang jadwalnya lebih sering tidak di kantor dibanding ada di kantor, jidat saya sudah berkerut duluan yang berhadiah disemprot HRD. Saya curiganya sih dengan muka saya yang kayak gini, saya dianggap tidak berusaha mendukung kesuksesan program adiluhung kantor kami. Ya sudah. Saya mengalah untuk mencari apps untuk mengkloning diri saya saja.
Continue reading

Oranje Hotel di Surabaya

Akhir Oktober lalu, saya dapat jatah work trip ke Surabaya. Ini pertama kalinya rute work trip ke kota ini karena biasanya work trip saya malah jauh ke bagian timur sana.

Karena kantor jarang banget punya kegiatan di Surabaya, kami tidak punya hotel langganan di kota ini yang akhirnya membuat kami melongok-longok ke sana ke mari untuk mencari referensi. Sampai akhirnya teman saya yang kekuasaannya meliputi pemilihan hotel, menjembrengkan daftar hotel.
“Yang ini mahal. Bujet lo nggak masuk.”
“Yang ini penuh.”
“Yang ini servisnya jelek.”
“Yang ini marketingnya ngeselin.”
“Yang ini bintang 5, bagus tempatnya, ruang meetingnya sesuai kemauan elo, servisnya bagus, masuk bujet lo…”
Perasaan saya langsung enggak enak.
“Tapi?” tanya saya.
“Tapi kata orang-orang berhantu.”
🙄
Ada yang tahu hotel yang dimaksud?

Enggak pakai lama kemudian, saya langsung minta booking di hotel itu. Bukan, saya bukan seorang pemberani, apalagi sok skeptis. Waktu itu, di kepala saya, kebersihan ruangan dan pelayanan bagus adalah dua kunci utama keberhasilan acara. Soal tempat berhantu, buat orang Indonesia mana ada tempat yang enggak berhantu? Sampai bos saya pernah komentar, “What is it with Indonesians and ghosts?” Saya sudah sumpahi dia ketemu satu aja, biar kapok. Singkat cerita, teman saya akhirnya setuju untuk menginapkan saya dan rombongan di Hotel Majapahit yang awalnya bernama Hotel Oranje. Hotel yang dibangun tahun 1910an dan sudah berganti nama beberapa kali itu terlalu bagus untuk dilewatkan, apalagi dengan komentar soal servisnya yang mumpuni. *halah*

majapahit-side-gardenDalam kondisi capek karena pesawat seperti biasa delay saya tiba juga di hotel hampir tengah malam dan langsung dilayani dengan sangat baik oleh petugas. Saya diantar ke wing kiri lantai dua yang kamarnya persiiiiiis menghadap pohon guede banget. Pak Porter yang membawakan koper saya mendahului saya membuka pintu kamar dan masuk ke dalam untuk menyalakan lampu-lampu. Saya ada di mana? Saya ada di luar kamar memandangi kamar hotel yang bergaya kuno itu dengan perasaan…Saya boleh tidur di sofa lobi aja, plis? 😆 😆 😆

Saya belum pernah lihat kamar hotel semewah itu. Grandeur, lebih tepatnya. Dan ini saya bukan ngomongin tipe kamar. Hotel kolonial Savoy Homman di Bandung atau Sanur Beach di Bali pun tidak bisa menyamai aura hotel Majapahit. Ruang kamarnya yang terbagi tiga bagian: ruang duduk, ruang tidur, dan kamar mandi, benar-benar juara banget. Saya sampai khusus motret kamar mandinya buat teman saya yang histeris waktu tahu saya menginap di situ :D. Tapi, jujur aja, malam itu saya beneran enggak bisa tidur saking auranya terlalu keras buat saya. 😕

Yang lucu, begitu saya mengabarkan kepada dunia tempat saya menginap, timeline saya di instagram dan fesbuk langsung berubah jadi cerita horor. Ceritanya soal apa, silahkan cari sendiri, yak. Yang pasti, teman-teman saya setiap hari nagih cerita saya sedang apa demi melihat apakah saya masih hidup dan waras hahahahaha….. Baru kali ini linimasa saya aktif banget. Biasanya kalau saya work trip ke mana, mereka cuma komen ‘ikuuuuut’ :p .

Majestic. Just majestic. #travel #work

A photo posted by dmariskova (@dmariskova) on

Di luar bonus cerita ini itu dari teman-teman, saya bahagia karena bisa dapat obyek foto yang luar biasa kerennya. Selain itu sejarah dan cerita bangunan ini membuat saya merasa beruntung bisa merasakan tinggal di sini. Kalau kata teman saya, “kali aja Bung Tomo datengin elu terus diajak naik mobilnya keliling Surabaya.” 😕 Saya pilih bawa mobilnya sendiri aja deh. Mumpung mobilnya nangkring di lobi hotel.

Di luar mewahnya arsitektur hotel, yang bikin saya cinta sama hotel ini adalah tamannya. Empat jempol untuk tukang kebunnya. Sayangnya, ikon pohon besar di taman hotel sudah tidak ada karena kata petugasnya pohon itu tumbang dimakan rayap beberapa waktu lalu. Cedih.

Come and have a seat. #travel #work #oldbuilding

A photo posted by dmariskova (@dmariskova) on

Bekerja, di mana saja

Padma-Campaqa roomSudah beberapa bulan ini hidup saya sebagi penglaju menjadi lebih bervariasi. Kalau biasanya saya hanya menjadi penglaju antara Cibubur, Bekasi coret ke Kuningan, Jakarta, beberapa bulan ini rute bertambah menjadi Cibubur ke Bandung. Kadang Cibubur ke Kuningan lalu ke Bandung.

IMG_6660Saya ke Bandung untuk kerja. Iya, kerja. Buka laptop, baca inbox email yang gerakannya mirip running text vertikal, balas email, ketik ini itu, terima sms, terima telpon, terima WA, terima office messenger, diskusi dengan bos…and my list goes on and on. Semua yang saya lakukan di kantor di Jakarta sana, ya saya lakukan di Bandung, plus tambahan kerja lainnya yang tidak perlu saya kerjakan di Jakarta. Di Bandung, saya harus jadi manusia koper, kalau istilahnya Pakdhe Mbilung. Tinggal di ruangan 3×4 meter. Makan-makanan hotel 3x sehari ditambah snack dan kopi 2x sehari yang tentu full gula, garam, dan kolesterol. Walau fitness center dan kolam renang terjangkau dalam hitungan langkah kaki dan pencetan lift, saya jarang bisa mengunjungi mereka saking kegiatan saya dimulai jam 8 pagi sampai jam 6 sore.
Continue reading