Dress Your Age, Yourself!

Baru seminggu lalu, seseorang, perempuan, menyapa saya di satu acara setelah saya mengenalkan Hikari dan Aiko ke dia dan beberapa orang lain. Hubungan kami sebatas urusan kantor dan kalau bukan karena acara yang bersamaan, kami tidak akan bertemu. Kali itu, saya membawa anak-anak.
“Wah, Mbak De’ ini ternyata anaknya sudah besar ya!”
Awalnya saya pikir dia mengacu ke Hikari. “Iya yang pertama sudah SMA, tapi masih ada yang kecil ini.”
“Maksud saya, yang kecil pun sudah besar.”
“Nngg…iya. Sudah SD kelas 1.” Jidat saya mulai berkerut.
“Padahal gayanya masih kayak perawan loh!”
Hmm. Oke. Mata saya spontan mencari teman saya yang seumuran dan saya yakin masih perawan. Gaya dan kelakuan dia kayaknya 11-12 sama saya.

Saya bisa lihat si pemberi komentar itu serius dengan ucapannya. Serius takjub. Takjub melihat anak-anak saya UDAH SEGEDE ITU dan saya masih waras riang gembira. Dia bolak-balik menatap anak-anak dan saya. Girl? Please?

via GIPHY

Continue reading

Hirarki Oleh-oleh

A post shared by dmariskova (@dmariskova) on

Waktu teman saya curhat soal kewajiban membawa oleh-oleh dan kemudian minta diantar ke Paddy‘s untuk beli oleh-oleh, saya spontan menyinyiri karena nyinyir itu lebih mudah daripada membantu mencari solusi. Sebagai orang yang jarang membawakan oleh-oleh, saya lantas menyebutkan pasal 335 ayat 1 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan dengan membawa meme berikut sebagai landasan pengetahuan saya 😛 .

travelographers

Tapi teman saya ini lebih takut dikutuk jadi batu bila pulang kampung tanpa oleh-oleh daripada uang sakunya habis.
“Makan masih bisa minta teman. Hitung-hitung diet. Kalau oleh-oleh masa’ minta teman?”
Lalu dia nambahin. “Sebaiknya strategi alokasi uang saku itu kita belanjakan oleh-oleh dulu sampai puas baru sisanya kita pakai hidup selama di sini. Bukan sebaliknya, bujet oleh-oleh malah sisa uang saku. Dapat apa kita?!”
Dapat lapar dan jadi gelandangan di mari sih. Yakali bisa begitu mikirnya 🙄 .
Continue reading

Semua Suka Sinetron

A post shared by dmariskova (@dmariskova) on


Jam makan siang di resto padang ngetop di dekat rumah ketika kami ditunjukkan tempat duduk sofa nyaman yang anehnya kosong sementara meja lain terisi. Begitu duduk, kami langsung celingukan karena tumben-tumbenan tidak ada pelayan yang biasanya segera menghampiri. Di sekitar kami, para pelayan yang semua laki-laki tampak bergerak dalam slow motion. Apakah jam makan siang masih berpengaruh pada para pelayan restoran? Haha…

Akhirnya piring demi piring disajikan di depan kami, tapi saya masih merasakan slow motionnya para pelayan dan sepertinya bukan karena pengaruh jam makan siang. Daging rendang, sambal cabai ijo, paru goreng, dan nasi panas mengepul lebih menarik minat saya untuk mengeksplorasi dibanding mencari tahu kenapa para uda-uda ini seakan berada di alam yang berbeda. Iya saya emang sering aneh gitu nyari tahu yang enggak penting-penting 😀 .
Continue reading

Pilosopi Klepon

kleponKlepon, si makanan kampung ini tidak mudah dicari di kota. Setidaknya, tidak mudah dicari di tempat saya tinggal. Klepon yang bulat hijau berbalut taburan kelapa dengan isi gula merah cair mengandung filosofi yang dalem. Memakan klepon itu harus sekaligus satu butir. Tidak boleh digigit di tengahnya karena niscaya gula merah cair di dalamnya akan menyemprot kemana-mana membuat anda dan pembantu anda menyumpah-nyumpah karena noda gula merah susah hilangnya bila mengenai baju. Saat memakan klepon pun mulut anda harus mingkem sempurna dengan alasan yang sama seperti di atas. Lalu apa filosofinya?

Cara makan klepon itu mengajarkan kita saya untuk menahan mulut dan sensasi apapun yang saya rasakan saat ingin mengucap. Saya harus memikirkan dulu apa yang mau saya ucapkan beberapa saat karena kalau saya tidak sabaran dan main njeplak, gula merah itu akan muncrat kemana-mana yang nantinya saya sesali. Ngerti kan?

You are what you think. Really?

Walau belum pernah mencoba, saya punya insting saya gak cocok ikutan yoga. Alasannya sederhana: salah satu instruksi di yoga adalah kosongkan pikiranmu.

Sumpah deh saya bisa mengosongkan apapun kecuali pikiran. Kalau kepala saya dipasangi kabel yang tersambung ke toa, anda pasti pusing dengar seliweran isi kepala saya karena bunyinya akan mirip dengan radio mobil yang frekuensinya diacak alien. Seperti di film-film.

Continue reading

Atur aja deh!

Barangkali sudah bawaan oroknya masyarakat kita untuk selalu ingin terlibat di hidup orang lain. Sebut saja itu adalah wujud dari perhatian luar biasa kepada kita, atau wujud kasih sayang kepada kita, atau sekadar menunjukkan tingkat selebritas kita. Kalau anda mengikuti cerita-cerita di blog saya sebelumnya, anda pasti ingat bahwa selama hampir 9 tahun ini perhatian yang tertuju kepada saya adalah dalam bentuk pertanyaan, “Kapan punya anak lagi?”

Continue reading

CLBK

Malam-malam sewaktu saya sedang jalan keluar dari resto Sushi di ruko di depan komplek, saya melewati satu cafe lagi. Di kursi yang ditata di luar cafe, ada dua cowok sedang ngobrol disitu. Walaupun agak remang-remang dan berjarak sekitar 5 meter-an, saya gak tahan untuk gak membatin, ‘yang pake kaos putih ganteng juga tuh.’ Hehehe…

Papap, Hikari, si Mami, si Kumendan, satu adik saya sudah jalan di depan menuju ke mobil. Saya mencuri pandang sekali lagi ke arah cowok ganteng berkaos putih itu. Satu pandangan yang saya curi itu membuat mata saya hampir copot. Saya refleks memanggil adik bungsu saya yang berjalan paling dekat.

“Ndrul, itu Ricky Subagja bukan?” Bisik saya sambil berjalan pelaaaaaaaaaaaaan sekali.
Adik saya menoleh tanpa malu-malu ke arah dua cowok yang masih sibuk ngobrol sampai tidak memperhatikan ada satu perempuan hamil yang matanya hampir copot gara-gara memandangi dia.
“Eh, iya. Itu Ricky!”
Sambil berjingkat-jingkat girang (saya gak bisa lari soalnya), saya menyusul Papap.
“Beeeeeeeeeee, Babeeeeee.”
Si Papap yang keheranan langsung saya bisikin. “ITU RICKY SUBAGJA BUKAN?”
Papap yang sudah sampai di parkiran ruko langsung melongok ke arah cafe. “EH IYA! ITU RICKY SUBAGJA!”
Atas konfirmasi dua orang itu pun saya langsung jingkrak-jingkrak kegirangan. Doooh, CLBK gitu loh!

Continue reading

Kimora, saya, dan hal lain yang lebih penting dalam hidup

Apa kesamaan antara saya dan Kimora? Selain karena kami berkulit coklat susu dan fabulous :-p , tidak ada hal lain yang sama. Saya lumayan sering menonton acara Life in the Fab Linesnya Kimora karena di channel yang lain sudah tidak ada lagi tontonan yang menarik. Buat saya, Kimora adalah figur yang menarik. Dia itu perpaduan antara pejuang bertekad baja, manusia nyinyir dan galak, ibu yang penuh kasih sayang, dan orang kreatif. Dia adalah jenis orang yang tahu apa yang dia mau.

Baru-baru ini, Kimora membuat saya terinpirasi bukan karena kualitasnya sebagai manusia tapi karena keberhasilannya menjadi langsing setelah bertahun-tahun mempunyai tubuh yang overweight. What?! Apa itu artinya saya terinspirasi untuk menjadi langsing?

Continue reading