Vaksin Covid-19 yang Paling Ampuh adalah…

Setelah menunggu beberapa bulan dan dijadwal ulang berkali-kali, akhirnya saya dan Hikari benar-benar jadi divaksin kemarin siang. Rasanya lega luar biasa. Bukan cuma lega, saya bersyukur luar biasa. Mengingat pandemi yang gak kelar-kelar dan kesempatan mendapat vaksin sangat langka untuk golongan usia, pekerjaan, latar belakang, dsb, dst, dll, saya dan anak bisa divaksin itu bisa masuk kategori yang bisa di-sujud-syukur-i.

Kesempatan dapat vaksin ini karena nebeng kantor si Papap. Kantor saya sendiri malah belum bisa juga mendapat kesempatan untuk memvaksin karyawannya. Sewaktu info tentang saya dan Hikari dikonfirmasi bisa divaksin, saya langsung cari tahu jenis vaksinnya. Si Papap sebelumnya mendapat Sinovac. Kami dapat Sinopham. Sebelum kami tahu jenis vaksin yang akan kami dapat, ada berita heboh muncul tentang efek vaksin AZ dan gak lama setelah itu semua orang langsung paranoid dan panik padahal bisa dapat giliran vaksin aja belum jelas.

Apakah saya ikut panik?
Enggak.
Saat itu dan sampai sekarang, sikap saya konsisten. Lebih baik divaksin, dengan merek apa pun.
Tapi jujur, saya juga kuatir dan langsung cari tahu sebanyak-banyaknya tentang vaksin AZ ini. Karena saya punya migren akut dan harus minum obat regular, posisi saya adalah sejauh mana vaksin ini akan berefek pada badan saya dengan kondisi kesehatan seperti itu. Kalau kemungkinan ada efek, apa yang harus saya lakukan?

Kok berani?
Seriously? Buat saya, vaksin Covid-19 ini sama fungsinya seperti pakai masker. We protect ourselves so we can protect others, especially our loved ones. Jadi bukan cuma buat saya sendiri gitu, pikirannya.
Jangan dikira saya tak punya pengalaman buruk dengan vaksin. Hikari yang punya immuno deficiency itu sampai harus stop vaksin saat umur 1 tahun karena vaksin (tertentu) berefek negatif untuk badannya. Tahun-tahun pertama Hikari benar-benar penuh perjuangan. Apakah itu membuat saya menolak vaksin untuk Aiko? Ooooh…tentu tidak. Aiko bisa divaksin sempurna. Jadi, kesimpulan saya, bukan vaksinnya yang harus ditakuti, tapi informasi yang kurang yang bisa bikin kita paranoid sendiri.

Gimana rasanya setelah dapat vaksin Sinopham pertama kemarin?
Hikari baik-baik saja. Umur 18 tahun dan punya resiko asma dari si Papap. Gak ada efek sama sekali kecuali jadi minta jajan di resto setelah kelar vaksin.
Saya? Satu dua jam setelah vaksin, bagian tubuh kiri saya yang dijadikan posisi suntik terasa agak semutan. Gak mengganggu dan cepat hilang. Setelah itu, saya jadi ngantuk berat. Entah karena semalamnya saya begadang dan kurang tidur atau karena kurang kopi atau karena vaksin. Walaupun dikasih vaksin jenis berbeda, si Papap juga sama kondisinya setelah dia divaksin. Efeknya ke dia memang jadi ngantuk. Tapi karena dia hobi tidur jadi saya agak sangsi itu efek 100% dari vaksin atau dari magernya.

Yang saya dengar sebelumnya dari si Papap, teman, adik, bapak-ibu tentang pengalaman mereka divaksin, manajemen penyuntikan vaksin Covid-19 ini sangat sangat sangat profesional, walapun penyelenggaranya beda dan lokasinya beda. Yang saya alami kemarin juga sama. Sangat profesional. Tenaga kesehatannya banyak dan prokesnya ketat. Total waktu dari daftar ulang sampai kelar vaksin masih di bawah satu jam. Padahal saya dapat nomor 609! Petugas kesehatannya ramah dan informatif. Saya yang consistent complainer ini gak punya materi untuk dikomplenkan 😀 . Pertama-tama dokter akan menanyakan riwayat kesehatan. Kita juga dicek suhu tubuh dan tekanan darah. Kalau normal, lanjut vaksin. Lalu petugas lain akan memperlihatkan kotak vaksin yang masih utuh dan lengkap dengan tanggal kadaluwarsanya sambil diberi informasi tentang si vaksin. Terus kita ditenang-tenangkan sebelum disuntik di lengan kiri atas jadi sekarang waktunya untuk latihan angkat berat supaya otot lengan terlihat kencang saat buka lengan baju. Setelah selesai suntik, kita disuruh tunggu di area observasi. Ditunggu setengah jam lah apakah ada efek instan setelah disuntik. Dari pengamatan saya, semua yang ada di ruang observasi baik-baik saja.

Waktu saya sedang menunggu giliran disuntik, saya sempat celingukan. Nyari tau apa bisa difoto pas disuntik. Tapi melihat semua petugas serius kerja (ya masa gak serius yeee) dan tiap orang ada perannya masing-masing, saya batal minta foto. Dari sekian banyak penunggu, hanya satu orang mbak yang berani minta tolong fotoin petugas hehehehehe….

Sekarang saya dan Hikari menunggu jadwal vaksin kedua. Prokes masih tetap dipakai ketat. Perjuangan belum selesai. Setelah 1 tahun 3 bulan bisa menghindarkan diri dari penularan, konyol kalau saya lengah sekarang. Apalagi setelah kejadian bikin sesak napas karena covid ini sudah merenggut nyawa mama mertua dan membuat dua rumah tangga jatuh sakit. Vaksin ini salah satu usaha ikhtiar untuk bisa melindungi orang lain dan terutama orang-orang yang saya sayangi. Jenis vaksinnya apa tidak jadi masalah (asal yang legal dan jelas ya) karena vaksin terbaik adalah vaksin yang bisa kita dapatkan.

Semoga kalian semua bisa segera mendapat giliran vaksin yaaaa!

Leave a Reply