Perempuan Ngobrol tentang Menulis

Hari Minggu kemarin, saya diundang komunitas Trilogy of Female untuk ngobrol tentang menulis dan bagaimana menulis bisa memberdayakan perempuan, khususnya. Agak senewen juga saya jujurnya untuk mengiyakan karena saya merasa belum ada apa-apanya untuk bisa berbagi di forum seperti itu yang diikuti oleh banyak peserta. Untungnya ada pembicara satu lagi, Mbak Sherlinda, yang bisa mengisi mati gaya saya tiap harus nongol di forum.

Peserta yang mendaftar lumayan banyak dan awalnya membuat saya agak jeri. Pertama karena ada banyak juga yang sudah pengalaman menulis (who am I anyway?!) dan kedua saya emang grogian aja sih hehehe… Ini emang sindrom males nongol saya belum sembuh-sembuh. Kemudian saya ingat bahwa inti dari ngobrol hari itu adalah untuk berbagi pengalaman aja (sorryyy if mine sucks huehe). A wise woman once says the most valuable experience is somebody else’s. Kalimat ini artinya kira-kira kalau belajar dari pengalaman orang kan kitanya gak perlu ngerasain sakit; cukup nontonin orang doang gitu hahahaha…

Dari ngobrol-ngobrol itu saya malah seperti melakukan refleksi terhadap pengalaman menulis saya selama 12 tahun ini. Why and when it worked, why and when it didn’t.

Yang bisa saya ingat dari refleksi saya kira-kira:

  • Satu-satunya cara untuk bisa menulis ya harus menulis. Bukan cuma mikir MAU menulis dan nunggu ide datang, tapi harus duduk dan ngetik/nulis di lembaran-lembaran halaman kosong. Sumpah ini rasanya penuh penderitaan apalagi kalau idenya mentok.
  • Supaya bisa lancar idenya, harus banyak asupan ide. Caranya? Baca, baca, baca sebanyak-banyaknya. Nonton juga boleh. Kalau saya pilih baca memang. Sayangnya belakangan bahan bacaan saya terbatas pada sekian huruf di sosmed dan laporan kantor. Sigh.
  • Saat mentok dengan ide, rehat sebentar. Sebentar aja. Jangan 7 tahun kayak saya. Setelah itu paksa balik lagi ke kertas/laptop. Waktu saya jadi editor di suatu majalah, editor-in-chief saya pernah bilang: Ide jangan ditungguin. Ide dipaksa datang. Kalau ditungguin nanti majalah molor terus deadlinenya. Hehehehe….Deadline memang paling ampuh untuk memeras ide keluar. Masalahnya saat kita menulis novel atau karya fiksi biasanya kita gak ada deadline dari faktor eksternal. Ketiadaan deadline itu yang menghanyutkan kita ke alam rebahan yang tidak produktif.
  • Jujur. Menulis itu walaupun fiksi harus jujur sama cerita yang kita buat dan perasaan yang kita alami saat menulis. Misalnya, si karakter A ini harusnya busuk banget ceritanya tapi kita takut dipikir tidak sopan/beragama/berbudaya/beretika oleh pembaca. Lalu kita belokkan ceritanya. Percaya deh, pemaksaan itu akan terasa oleh pembaca. Pernah gak saya alami begini? Sering. Solusinya, ya dengan tetap menaruh cerita itu sesuai dengan jalannya.
  • Jangan overthinking. Overthinking kills creativity, limits ideas. Iyak ini saya lagi nyeramahin diri sendiri. I’m this person. Overthinking selama proses menulis itu membuat tulisan kita mandek. Padahal cara untuk bisa menyelesaikan tulisan ya nulis dulu sebanyak-banyaknya baru di akhir kita edit sesadis-sadisnya.
  • Riset. Walaupun kita hanya menulis fiksi, riset itu penting. Jangan menuliskan sesuatu yang kita gak tau tanpa riset. Jangan cerita tentang nonton Aurora Borealis kalau belum pernah alami sendiri….atau riset sedalam-dalamnya tentang itu.

Setelah ngobrol-ngobrol itu, saya malah dapat insights dari peserta. Yekan, berbagi itu dua arah.
Beberapa hal yang harus saya catat baik-baik adalah:

  • Kalau ingin karyanya timeless, seperti novel-novel Mira W misalnya, ya tuliskan ceritakan persoalan-persoalan yang timeless. Perjodohan misalnya, dari jaman nenek kakek kita sampai sekarang ya ada aja persoalan itu. Kalau soal ditanya kapan nikah di acara keluarga sih gak tau ya itu tren mulai kapan dan akan berakhir di generasi kapan…
  • Self positioning. Iyaaa, promosi diri sebagai penulis itu penting. Positioning kita itu penting. Kesempatan akan lebih banyak datang kalau image kita sudah terbentuk. But….I totally suck in this. Ada yang berminat jadi manager saya? *sayup-sayup ada yang teriak kelarin aja naskahnya dulu lu lu lu…*

Terima kasih Trilogy of Female karena sudah mengundang saya ngobrol di forum kemarin. Semoga ada manfaat yang bisa diambil dari ngobrol dengan saya. *fingers crossed*

1,441 thoughts on “Perempuan Ngobrol tentang Menulis

  1. Sebenarnya yang membuat saya senang baca novel mbak dep itu karena kita serasa berada dipikiran tokoh tsb….
    dan bisa banyak tertawa lepas …serasa ndengerin temen kita ngecrues..hihihi..

    That’s timeless for me..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *