Disclaimer: saya belum bukan lah seorang yogi (atau yogini). Bukan pula ahli dalam dunia per-yoga-an (lihat kalimat pertama). Tulisan di seri ‘Menjadi Yoga’ ini merupakan pengalaman saya sendiri untuk catatan sendiri.
Progress yoga saya berantakan. Balik lagi ke titik 0. Back to zero flexibility.
Saya menyalahkan bulan puasa yang membuat jadwal kelas yoga berubah dan tidak cocok dengan jadwal pulang kantor kecuali kalau saya bolos. Setelah bulan puasa, tiba lah libur Lebaran yang membuat kelas yoga tutup berminggu-minggu 2 mingguan. Kemudian saya juga menyalahkan badan lemas paska puasa seharian yang membuat saya tidak sanggup latihan sendiri di rumah.
Pokoknya semua faktor eksternal itu yang membuat kemunduran kemampuan yoga saya. Enggak ada lah satu pun yang salah saya 😀 .
Selepas Lebaran dan selepas ditinggal si Mbak Asisten RT pulang kampung, bukannya latihan yoga, saya mengandalkan kegiatan nyapu-ngepel-nyuci-jemur sebagai pengganti olah raga. Toh sama-sama berkeringat. Apalagi kalau nyapu kebun di siang bolong.
Sayangnya strategi saya menggantikan yoga dengan urusan kerjaan rumah tentu saja gagal. Emangnya berapa kilo kalori hilang dengan jemur baju?! ¯\_(‘-‘)_/
Malam ini saya coba gelar matras yoga lagi. Ceritanya insyap.
Saya mulai dengan Surya Namaskar alias Sun Salutation. Semenit setelah mulai…saya mulai ber-aduh-aduh (T_T)\(^-^) .
Hilang semua itu fleksibilitas yang susah-susah saya latih dari September tahun lalu 😥 .
Saya pun hanya tahan setengah jam di atas matras.
Pelajaran hari ini adalah soal konsistensi. Semua keinginan saya untuk hidup yang lebih baik berhenti di niat.
Kalian jangan begitu ya!
Sekarang saya mau menangisi waktu yang lewat dulu…dengan memandangi apa yang pernah saya bisa lakukan…