Jam makan siang di resto padang ngetop di dekat rumah ketika kami ditunjukkan tempat duduk sofa nyaman yang anehnya kosong sementara meja lain terisi. Begitu duduk, kami langsung celingukan karena tumben-tumbenan tidak ada pelayan yang biasanya segera menghampiri. Di sekitar kami, para pelayan yang semua laki-laki tampak bergerak dalam slow motion. Apakah jam makan siang masih berpengaruh pada para pelayan restoran? Haha…
Akhirnya piring demi piring disajikan di depan kami, tapi saya masih merasakan slow motionnya para pelayan dan sepertinya bukan karena pengaruh jam makan siang. Daging rendang, sambal cabai ijo, paru goreng, dan nasi panas mengepul lebih menarik minat saya untuk mengeksplorasi dibanding mencari tahu kenapa para uda-uda ini seakan berada di alam yang berbeda. Iya saya emang sering aneh gitu nyari tahu yang enggak penting-penting 😀 .
“Rasain! Hukum karma kau!”
Suara berat laki-laki itu yang membuat saya berpaling kaget dari rendang enak banget di piring. Buset! Siapa itu yang lagi maki-maki pakai nyebut hukum karma segala?!
“Makanya jangan kurang ajar kau sama orang tua!”
Hih?! Apaan itu?!
Kali ini bukan cuma saya yang mendongak. Hikari, Aiko, dan si Papap sampai menoleh. Aiko pelan-pelan merapat ke saya.
Saya cari-cari si pemilik suara dan menemukan seorang bapak usia akhir 30an dengan gaya kekinian yang duduk berselang semeja di depan saya. Matanya terpaku pada satu objek di belakang kanan kami. Saya mengikuti garis matanya dan….menemukan TV besar di dinding yang sedang menayangkan seorang laki-laki menangis di kaki entah siapa. Saat itu saya baru paham kenapa tidak ada yang mau duduk di sofa nyaman. Sofa-sofa nyaman ini berada persis di bawah TV besar. Tamu yang duduk di sofa tidak akan bisa menonton TV karena posisinya membelakangi TV. Tiba-tiba suara musik latar sinetron berubah mencekam. Saat itu juga para pelayan dan tamu-tamu mendadak menghentikan segala kegiatan mereka dengan mata terpaku ke TV. Gilak, makanan paling enak sedunia aja tidak mampu membuat mereka mengabaikan sinetron! 😀 😀 😀
Sebenarnya, saya tidak heran bila banyak orang suka menonton sinetron. Si Mami yang selalu rewel dengan apa yang ditonton Hikari dan Aiko aja kalau ngomongin sinetron seperti orang yang lagi ngomongin tetangga sebelah. Seringkali si Mami menyebut nama seseorang dan kejadian yang menimpa dia dengan misi menasihati saya yang kemudian malah membuat saya bingung dan balik nanya, “si Indah itu siapa sih? Anaknya Tante siapa?”
Yang dijawab si Mami bahwa Indah itu istrinya Bobby, tokoh di sinetron Tersanjung… Itu masih bagus si Mami ngomongin sinetron Indonesia. Kadang-kadang malah yang keluar nama-nama India dan baru belakangan saya menyadari nama-nama ini dari drama India yang diputar dari matahari terbit sampai terbenam. Balik ke restoran Padang tadi, bukannya ingin membuat stereotype, tapi baru kali ini saya menyaksikan betapa kaum laki-laki juga bisa tersihir dengan sinetron 😀 .
Beberapa tahun lalu saat saya masih kerja di kantor ke sekian, salah satu tanggung jawab saya adalah menentukan channel TV apa saja yang diputar di ruang tunggu. Karena kami ada di lembaga pendidikan bahasa asing dan yang berada di ruang tunggu adalah para siswa beragam usia, selain orang tua dan pengantar mereka, saya memutuskan memutar hanya channel berita dari stasiun berita asing. Awalnya saya tidak menyadari ada keanehan sampai suatu kali saya mendengar suara bernada tinggi sahut-sahutan dari ruang tunggu. Begitu saya lihat ke TV yang dipasang di ruang tunggu, channel sudah berganti ke sinetron. Hm. 🙄 Saya colek petugas customer service dan memintanya mengganti channel.
Sekali. Dua kali. Saya mendapati channel TV berganti ke sinetron lagi beberapa hari kemudian. Saya ganti channelnya. Balik ke berita.
Beberapa hari kemudian, TV balik ke sinetron. Satpam dan petugas CS saya panggil semua.
“Duuuh, Bu. Yang ganti bukan saya. Beneran deh. Itu ibu-ibu yang nungguin anaknya yang ganti. Saya udah bilang kalau TVnya hanya buat berita eh remote TVnya diminta. Duh, Bu, kalau sama ibu-ibu itu saya enggak berani deh, Buuuu.”
Satpam gagah perkasa itu malah minta saya aja yang pegang remotenya.
Sebagai orang yang tidak pernah dengan sengaja menonton sinetron, saya agak bingung kenapa orang-orang dari berbagai latar belakang, profesi, tingkat pendidikan, bahkan ekonomi betah nonton sinetron. Karena penasaran dengan pengakuan satpam kantor, saya pernah mencoba duduk di ruang tunggu lama-lama untuk melarikan diri dari kerjaan observasi pelanggan. Saya ganti channelnya ke tayangan anak-anak berbahasa Inggris. Seperti yang diadukan satpam, begitu ruang tunggu hanya tersisa para penunggu ibu-ibu, remote TV segera berpindah tangan. Salah seorang ibu mengganti channel ke sinetron sambil komentar, “nonton hiburan dulu yaaa. Pusing dengar cas cis cus bahasa enggres nih. Enggak ngerti juga hihihi…”
Lalu tayangan berganti ke sinetron dan si ibu menyambi nonton sambil ngobrol dengan penunggu lain. Si satpam melirik saya seakan mau bilang ‘Nah, sekarang Ibu berani enggak ganti channelnya?’ 🙄
Dari hasil duduk-duduk itu saya membuat kesimpulan tidak ilmiah soal kenapa orang memilih menonton sinetron. Kesimpulan saya ini semakin saya yakini karena sering duduk di ruang tunggu rumah sakit.
Menonton sinetron itu…
- Seperti snacking, bisa disambi. Tidak perlu konsentrasi menonton. Tidak seperti makan nasi rendang lengkap, misalnya. Apalagi kalau tingkat MSG di snacknya tinggi, makin enak.
- Tidak perlu mikir. Hidup sudah susah untuk memikirkan sebuah filosofi yang tersembunyi di balik sebuah film, ya toh?
- Jelas hitam putihnya. Tidak perlu bingung menentukan siapa jagoannya siapa penjahatnya.
Enggak seperti novel saya. Kalau jagoan bisa jahat atau sebaliknya penjahat bisa punya kebaikan sedikit nanti membingungkan maunya apa sih karakter iniseperti di novel-novel saya?! - Hiburan mata untuk hidup sehari-hari yang pahit. Bisa melihat aktor aktris ganteng cantik kaya raya baik hati pintar masih bisa tersandung sial kan hal yang jarang terjadi di kehidupan nyata. Kalau orang cakep kaya baik pintar terus masih punya masalah di kehidupan nyata kan gimana yang
kayak sayaenggak cakep, enggak kaya, enggak pintar, ye kan?
Gara-gara sinetron hukum karma di restoran padang kemarin itu saya jadi teringat iklan dari negeri jiran ini yang jenius menjual produk dengan menggunakan sindiran untuk para penonton sinetron.
Kalau kalian, suka nonton sinetron? 😉