Perkara Liburan

Jidat orang-orang biasanya mengerut-kerut setiap kali mendengar kami baru pulang liburan. Well, sebenarnya saya agak jengah mengaku liburan karena seakan-akan kami pergi jauh dengan glamorous naik pesawat yang tiketnya dibeli pas Travel Fair ke suatu tempat yang exotic dan ngehits. Padahal, kami cuma pergi ke kota sebelah hahaha…
Balik lagi ke soal liburan, yang bikin jidat orang-orang berkerut-kerut adalah jadwal liburan kami.
“Liburan? Tanggal segini? Memang anak-anak libur sekolah ya?”
Jelas enggak 😀 .

Keluarga kami memang aneh. Kami lebih suka pergi liburan bukan di waktu-waktu orang biasa liburan: tanggal merah, anak sekolah libur, cuti berjamaah bersama. Kami lebih suka liburan pas sepi. Alasannya bukan karena harga. Eh, iya itu salah satunya sih. Tapi lebih ke soal kenyamanan.
“Loh bukannya itu yang dicari? Keramaian?”
Nnnnggg….ke pasar aja saya cari yang sepi apalagi liburan hehehe…
Risiko dari liburan di luar waktu yang lazim adalah saya dan Papap jarang ambil cuti saat orang-orang libur supaya jatah cuti bisa dipakai di saat orang-orang kerja 😛 . Risiko terberat sebenarnya di jadwal anak-anak. Kami sering menarik anak-anak dari sekolah demi bisa pergi liburan di waktu-waktu ini 😈 .

Percaya atau tidak, kami selalu konsultasi ke sekolah. Karena belajar bisa di mana saja, kami tidak terlalu kuatir anak-anak ketinggalan pelajaran. Kenapa sih tega banget menarik anak dari pelajaran sekolahnya hanya demi kenyamanan? Selain itu, tugas sekolah anak-anak selalu beres dikerjakan saat kembali ke kelas. Sampai sekarang, kami mendapatkan sekolah yang bisa mengerti dan bisa memberikan ijin.
Nah, masalah mungkin akan timbul tengah tahun ini saat anak-anak lulus dan pindah sekolah. Hikari rencananya akan masuk sekolah negeri dan saya tidak yakin gurunya di sekolah negeri bakal sepengertian guru-gurunya di SD dan SMP hehehe….

Selain soal jadwal, tempat tujuan liburan kami juga jarang sama dengan kebanyakan orang. Sebagai contoh, kami kapok pergi ke sebuah tujuan wisata di Bandung yang bertema Eropa lengkap dengan embel-embel perternakan karena…rame 😀 . Sekalinya kami ke sana, setiap jalan satu meter kami harus menunggu grup lain selesai selfie. Begitu keluar, kami capek dan kapok hanya gara-gara nunggu orang-orang selfie di setiap sudut. Sebagai gambaran, rombongan kami terdiri dari seorang emak yang rempong, seorang babe yang lebih seneng makan daripada lihat-lihat, seorang anak ABG yang gak pernah mau disuruh foto keluarga plus cuma pengin duduk baca buku, seorang anak usia TK yang bawaannya bosan plus gak tahan gerah. Lalu, tempat tujuan wisata mana yang bisa memenuhi keinginan 4 orang ini? Surprisingly Taman Bunga Nusantara Cipanas. Aneh banget tak? Hahaha…

Pertama kali saya ke TBN ini sudah lamaaaaaaaaa banget. Jaman belum nikah apalagi mikirin mau nikah. Saya dan dua orang teman tiba-tiba punya ide cuuuuus nyetir dari Jakarta ke Cipanas cuma buat melihat taman bunga. Jaman itu jalanan Puncak masih sepi, tamannya sendiri masih kecil dan gak bikin pegel kalau jalan berkeliling, dan belum ada demam selfie. Kedua kalinya saya ke TBN dua tahun lalu waktu wedding anniversary kami ke-14 😀 . Waktu itu kami hanya berdua berkunjung ke sini dan itu pun tanpa rencana. Liburan kemarin ini kami memang merencanakan ke TBN sekaligus mau ngetes apakah anak-anak betah. Modal nekat kami membawa anak-anak ke sini karena kami tahu ada taman bermainnya jadi kemungkinan Aiko rewel akan bisa diatasi.

"Look here, baby. We'll build a gorgeous garden like this one day." And she smiles. #dreamisfree #famvacation

A post shared by dmariskova (@dmariskova) on

Ternyata, pilihan ke TBN gak salah. Semua hepiiiii! Taman bermain yang mungil mampu membuat ceria si anak TK dengan naik kereta, ferris-wheel, dan kejar-kejaran di sekeliling kolam. Hikari bisa memuaskan keingintahuannya akan alam dengan baik. Mulutnya sibuk mengidentifikasi tanaman, serangga, sampai ikan. Saya luar biasa girang lihat Dahlia yang lagi mekar merekah. Papap bahagia karena gak ada yang manyun hihihi…

Agak sayang sebenarnya taman ini seperti kurang promosi. Pengunjung yang datang kebanyakan sepasang kekasih yang nyari spot untuk foto romantis 😛 bukan untuk belajar atau menikmati taman. Walau orang-orang tua akan sangat senang datang ke sini, mereka pasti akan kesulitan jalan jauh mengitari taman. Mobil taman harus dipersering jadwalnya deh. Pengunjung keluarga dengan anak kecil jarang mungkin karena mereka pikir anak-anak bakal bosan lihat taman doang. Atau mungkin karena turis domestik bingung kalau plesiran ke taman mau ngapain? Hmmm… Kalau taman ini ditambah fitur edukasinya akan jadi bagus banget. Anak-anak bisa belajar banyak dan di alam bebas gitu. Selain itu akses jalan ke taman ini harus diperbesar. Walaupun gak macet dan jalannya mulus, perjalanan jadi tambah lama karena kami harus lewat jalan desa hanya cukup untuk dua mobil. Jadi kudu sabar dengan angkot, motor anak sekolah, dan mobil parkir sembarangan di pinggir jalan.

Pulang dari sini kami jadi baper. Pengin balik lagi. Mobil juga jadi penuh dengan….belanjaan pohon haha…

Leave a Reply