Sejak pagi, Facebook saya penuh dengan 1 tema: Hari Guru.
Secara saya pernah jadi guru dan kebanyakan teman-teman saya masih guru, kemudian hampir semua orang yang ada di Friend list saya pernah punya guru, ucapan Selamat Hari Guru dan kata-kata mutiara mengenai mulianya seorang guru bertaburan tak berhenti di linimasa akun Facebook saya.
Komen-komen di Facebook hampir beragam. 99% mengelu-elukan profesi guru dan 99% berusaha memberi nama dan wajah pada sosok guru yang mereka elukan. 1% komen menanyakan kapan saya balik menjadi guru lagi… 🙂
Tahun ini untuk merayakan Hari Guru Nasional, masyarakat diajak memberi penghormatan kepada mantan guru-guru mereka. Bahkan Pak Jokowi mengundang mantan guru-guru beliau ke istana. Ramai-ramai teman-teman di Facebook pun menceritakan sosok guru yang telah menginspirasi mereka.
Lalu siapa guru yang pernah menginspirasi saya? Jawabannya justru ada pada guru Hikari yang pernah saya ceritakan di sini. Bagaimana dengan guru-guru saya sendiri?
Sejujurnya, susah bagi saya menyebutkan satu nama guru yang pernah menginspirasi saya. Saat saya masih mengajar, saya sering mendengar quote yang menyebutkan cara seorang guru mengajar akan merefleksikan bagaimana dia pernah diajar. Yang terjadi pada saya justru sebaliknya. Tanpa saya sadari, cara saya mengajar justru bertolak belakang dari apa yang pernah saya alami dari bertahun-tahun duduk di bangku sekolah. Tanpa saya sadari, saya seakan ingin menegaskan ‘this is how it should have been done.’
Don’t get me wrong. Tentu ada banyak guru yang telah menyentuh saya dan hidup saya dan menjadikan saya seperti sekarang ini. Tapi sayangnya sebagian besar yang saya ingat adalah guru-guru yang membuat saya tidak ingin seperti mereka. Di kepala saya seperti sebuah reversed system: “They did this to me. But, I will do that to my students.” Saya ingin murid-murid saya dulu mendapatkan solusi, bukan label; mendapatkan teman, bukan hukuman; mendapatkan ilmu, bukan angka; mendapatkan kegembiraan, bukan rasa malu.
Di hari perayaan profesi yang katanya paling penting ini, saya ingin mengingat satu hal: bukan hanya guru terbaik yang bisa menginspirasi seseorang. Guru terburuk pun dapat melakukannya. Just look at me. Tanpa guru-guru yang telah membuat saya menghela napas dan menahan marah berkali-kali, saya mungkin tidak akan punya cukup kreatifitas untuk membuat murid-murid saya menunggu-nunggu kehadiran saya di kelas.