Beberapa hari lalu saya misuh-misuh dengan si Papap. Bukan karena si Papap, tapi dengan si Papap. Gara-garanya ada tetangga baru yang saat kenalan bertanya soal pekerjaan saya.
“Kerja di mana.”
“Saya guru.” (iya, jawaban dan pertanyaan gak nyambung, sengaja kok)
“Oh, di mana?”
“Di beberapa tempat.”
“Oh, guru les?”
“Kira-kira begitu.”
“Ngajar apa?”
“Bahasa Inggris.”
“Waaah bahasa Inggrisnya berarti bagus ya!”
Itu pernyataan yang paliiiiiiiiiiiiiiiiiing saya benci seumur hidup!
Maksud saya, orang mengharapkan kemampuan saya seperti apa kalau saya jawab saya guru bahasa Inggris?!
Dan kekesalan saya tentang model pernyataan seperti ini ternyata bukan milik saya seorang.
Barb, sahabat saya, seorang penyanyi choir (paduan suara) profesional yang portfolionya berisi deretan gelar juara di manca negara, juga punya isu serupa. Setiap kali dia menyebutkan bahwa dia penyanyi choir kelompok XYZ, komentar orang adalah?
“Wah, suaranya pasti bagus ya!”
MENURUT LO?!
Misuh-misuh saya ke Papap soal ini bukan yang pertama kali. Seingat saya semenjak saya punya profesi guru bahasa Inggris, dan orang selalu berkomentar begitu, saya lalu ngomel panjang pendek di depan si Papap. Seperti biasa, dari dulu, komentar Papap adalah, “iyain aja, susah ya? Mungkin dia cuma mau kasih pujian.”
Dear God forgive me for my sin because my answer is always: IYA SUSAAAAAAH!
Entah karena saya mengharapkan orang agak lebih cerdas sedikit dalam berbasa-basi, atau karena emang saya gak kewl orangnya, saya gak pernah bisa menerima komentar seperti itu dengan ikhlas 🙂
Kemarin, saya berkunjung ke blognya Jeng Lita dan terkekeh-kekeh baca postingan yang ini.
Rupanya saya masuk dalam kategori orang gak santai. Gimana caranya supaya bisa lebih santai? Kata si Papap sih, “Iyain aja, kenapa sih?!”