Papap punya kebiasaan menyebalkan setiap kali dia akan bepergian keluar kota yang membutuhkan packing. Dia selalu menunda packing sampai malam terakhir sebelum keberangkatan. Yang saya maksud dengan malam ya malam buta. Bukan sekali dua kali saya ngingetin dia untuk mulai packing terutama kalau si Papap akan pergi lebih jauh atau lebih lama. Of course 11 years of being married to him teaches me that he won’t listen. Couple do that to each other, you know.
Minggu lalu mulut saya berbusa-busa mengingatkan si Papap akan packingnya. Dia harus ke Korea dan di bulan Oktober itu berarti perlengkapannya harus agak ekstra. Tiga hari sebelum berangkat, sesuai job desc, saya mulai cerewet. Dicuekin. Dua hari sebelum berangkat, saya cerewetin lagi. Dicuekin lagi. Beberapa jam sebelum jam 12 malam keberangkatannya, baru lah si Papap mengobrak-abrik koper dan baju-bajunya.
Seperti biasa si Papap akan duduk di lantai kamar sambil menaruh semua barang yang akan ia bawa di sekitarnya. Seperti biasa saya akan pura-pura tidur.
“Mam, kopernya pakai yang gede atau yang sedang ya?”
“Yang gede.”
“Ha? Kan kegedean!”
Hhhmmmm rese kan?! Tadi nanya…
“Biar bisa muat oleh-oleh!”
“Oh iya.”
“Pakai jaket gak ya?”
“Terserah!” Ceritanya ngambek.
“Dingin gak ya, Mam? Mam? Mam? Maaaaam?”
“Enggak tauuuuuu!”
“Idiiih bukain internet dong. Cariin info!”
“…….”
Keributan seperti itu pun akan terus bergulir sampai kira-kira tiga jam kemudian. Atau sampai packingnya beres. Karena begitu terus setiap kali si Papap mau pergi, saya protes.
“Makanyaaa kalau disuruh packing jauh-jauh hari itu didengerin! Capek tau packing sampai pagi buta begini!”
“Kan cuma sekali-kali, Maaaam….”
“Nggak mau!”
“Kalau bukan aku, siapa lagi yang ngerecokin kamu pas packing?”
“Ya itu maksudnya!”
“Ih si Mamam. Jangan ngambek dong. Pagi-pagi buta masa’ ngambek? Mendingan tidur, kan besok kerja.”
“Bukan besooook! Hari iniiii! Ini udah jam 3 pagiiiii!”
“Oh iya. Cepet tidur deh, Mam.”
Percuma marah sama si Papap.