Trust Only Yourself

Saya dan Hikari sedang menunggu pesanan makan siang kami datang ketika saya dan puluhan orang lain yang sedang bersantai di kolam renang sebuah Family Park dekat rumah mendengar jeritan histeris seorang ibu. Ibu yang baju renangnya masih basah kuyup itu menjerit-jerit di pinggir kolam meminta tolong dengan kepanikan luar biasa. Jarak saya dan ibu itu sekitar 10 meter dibatasi oleh pembatas kaca antara restoran dan pelataran kolam renang. Si ibu menunjuk-nunjuk ke dalam kolam renang dengan histeris.

Dari dalam kolam renang, seorang bapak muncul menggendong sosok anak perempuan kecil yang sudah terkulai layu. Layu tidak bergerak dengan posisi wajah menghadap ke bawah. Sontak orang-orang bergegas mendekati si ibu yang semakin histeris berteriak minta tolong dan anaknya yang tidak bergerak. Di restoran terbuka tempat saya duduk hanya ada satu keluarga lain yang sama syoknya dengan saya. Spontan saya berteriak, “Satpam! Mana satpam? Petugasnya mana? Mana?” Yang saya temukan hanya wajah-wajah bengong beberapa petugas restoran perempuan. Saya hardik seorang petugas perempuan yang memegang HT. “PETUGASNYA MANA?! PANGGIL PETUGASNYA KESINI!”

Anda tahu apa jawabnya, “Gak ada petugasnya, Bu.”ASTAGFIRULLAH! Rasanya saya ingin melompati kaca yang membatasi restoran dengan kolam melihat jeritan si ibu dan tubuh kecil yang tidak bergerak.

Beberapa bapak-bapak mengelilingi tubuh kecil itu. Ada yang menepuk-nepuk punggungnya. Ada yang menggoncang-goncangkan bahunya. Saya berteriak pada pegawai restoran, “PANGGIL SATPAMNYA KESINI SEKARAAAAAANG! SEKARANG! DENGAR GAK?!” Seorang ibu dengan dua anaknya juga ikut berlari-lari mencari petugas kolam atau satpam kesana kemari. Tidak ada siapapun. Astagfirullah saya gemetar melihat pemandangan di depan saya tanpa bisa melakukan apapun!

Saya tarik Hikari. “Nak, lari ke luar sana. Cari pak satpam. Bilang ada anak kecil tenggelam disini. Seret pak satpamnya kesini cepat-cepat ya!”
Hikari melesat lari ke luar area Family Park yang tidak seberapa besar itu.

Saat itu, seorang bapak sedang berlutut di sebelah tubuh anak perempuan kecil yang masih belum bergerak. Dia membuka mulut anak itu dan mulai memberi napas buatan. Ditekan-tekannya dada kecil si anak. Semenit… beberapa detik… lalu anak itu muntah. Dan menangis. Menangis! Suara tangisan yang langsung disambut tangisan ibunya. Itu suara tangisan terindah yang pernah saya -dan pasti orang tuanya- dengar seumur hidup kami.

Lalu Hikari datang bersama satpam. Wajahnya yang plongo-plongo membuat saya geram. Saya hardik dia. “Mana petugas kolam? Ada anak tenggelam, mana petugas disini?!” Dia cuma komat-kamit tidak jelas dan bingung mau melakukan apa.

Anak perempuan itu terus menangis. Beberapa orang menyuruh bapak dan ibunya segera pergi ke rumah sakit. Mereka menghilang di balik ruang ganti. Beberapa orang tua yang anaknya masih berada di dalam kolam langsung menyuruh semua naik. Kami sudah kehilangan selera bersantai di situ. Saya memeluk Hikari erat-erat masih dengan gemetar. Air mata sudah hampir mengalir ke pipi. Saya menciumi pipi Hikari bolak balik. Dia seperti mengerti perasaan saya karena dia juga memeluk saya erat-erat. Papap segera saya sms. Jemput sekarang. SEKARANG!

Kejadian ini akan saya komplen ke pengelola komplek. Fasilitas cantik sebuah Family Park favorit anak-anak ternyata tidak punya sistem keamanan sama sekali! Kita, orang tua, berasumsi pengelola sebuah fasilitas/tempat selalu memikirkan kondisi terburuk. Ternyata tidak. Jadi, jangan pernah berasumsi kita bisa menitipkan anak kita di sebuah tempat lalu kita ongkang-ongkang kaki merasa tanggung jawab keamanan sudah dipegang pihak lain. Jangan pernah! When it comes to our children’s safety, trust only ourself!

Saya lebih baik dibilang orang tua paranoid daripada mendapatkan resiko kehilangan anak saya karena kelalaian kecil.

Posted with WordPress for BlackBerry.

Leave a Reply