Hari masih pagi sewaktu saya lewat di depan kantor pos di sebuah komplek tentara. Kantor pos di pojokan jalan itu kecil dihiasi cat kusam dan taman kering kerontang. Bendera yang terpasang di tiang di depan kantor pos pun sepertinya sudah lama tidak mencium air bersih dan sabun. Sejak saya kecil -dan sering datang kesitu- sampai sekarang, pelayanan kantor pos itu standar saja. Pegawainya baik hati tapi jangan tanya apa kantor itu punya jasa EMS dan sejenisnya. Jadi maklum lah kalau kantor itu lebih banyak kosongnya daripada ramainya.
Kecuali di awal bulan.
Hari ini masih hari kelima di awal bulan. Hari Senin. Saya harus melambatkan mobil karena keramaian di depan kantor pos. Satu demi satu orang-orang sepuh berjalan tertatih-tatih menuju kantor pos. Banyak juga yang sudah berkerumun di depan pintu. Beberapa turun dari angkot kawasan berwarna biru, beberapa turun dari boncengan motor. Jarang ada yang turun dari mobil. Mereka semua punya tujuan satu: mengantri uang pensiun.
Pemandangan seperti itu bukan cuma sekali saya lihat. Tapi setiap kalinya, saya selalu merasa sesak napas melihatnya. Saya teringat si Kumendan. Saya teringat Eyang Kakung juga. Saya teringat saat mereka muda gagah berbalut seragam penjaga negara ini. Orang-orang tua di kantor pos itu pun pernah mengenakan seragam yang sama. Sekarang setelah mereka tua, yang harus mereka lakukan setiap bulan adalah mengantri uang pensiun untuk menyambung bulan di sebuah kantor pos kecil di pojokan jalan.
foto dari sini.
Posted with WordPress for BlackBerry.