Dibalas Tunai

Saya itu memang ditakdirkan gak boleh jahat sama orang (emang ada gitu orang yang takdirnya jahat sama orang lain?) 😀 Definisi jahat disini antara lain kesal, dongkol, ngomongin sampai tahap sedikit lagi nampolin. Walaupun orang itu yang rese, ngajak berantem duluan, bikin naik pitam, teteup reaksi saya gak boleh balas. Karena kalau saya balas bahkan ‘cuma’ dengan pisuh-pisuh saja, balasan saya dari yang di atas sangat tunai! Langsung!

Duluuuu banget jaman saya masih muda dan imut-imut dengan semangat mencerdaskan bangsa yang berkobar-kobar, saya pernah dongkol abis dengan seorang guru junior yang tingkahnya macam Miss Universe ditugaskan mengajar.  Di kelas-kelasnya, dia selalu memasarkan dirinya begitu pintar, begitu hebat, begitu jagowan, begitu keren… you got the idea, kan? Sekali dua kali saya dengar teman-teman lain ngomongin dia dengan dongkol karena murid-murid mereka sering meneruskan cerita kekerenan guru ini. Waktu teman-teman lain ngomongin guru junior ini, saya biasanya ikut cekakak sana sini macam kompormleduk[dot]com gitu. Saya belum pernah dapat murid-murid yang sebelumnya pernah diajar dia, soalnya.

Setahunan lewat, saya diberi daftar guru-guru yang harus saya supervisi. Daftar nama berjumlah 8 orang itu sekilas kelihatan aman. Sampai si bos manggil saya dan bilang ada revisi daftar. Setelah direvisi, nama guru super keren itu pun nongkrong dengan manisnya di nomor 8! Selama setahun, saya harus tiap kali ketemu dia karena dia harus bolak-balik saya mentor… *nangis darah*

Walaupun beberapa kali kejadian seperti itu saya alami, saya belum kapok-kapok juga misuhin orang. Yaah, jagoan kan juga manusia. Beberapa bulan lalu saya lagi jengkel-jengkelnya dengan bos saya. *Kali ini ngomongin bos yang ini di blog aman karena dia gak kenal blog” Jengkelnya saya itu sudah dalam taraf hampir mempraktekkan jurus tendangan-tempat-sampah kreasi Tante Galak ini.  Saat itu saya dan teman-teman sekantor sedang menyiapkan acara akbar kantor yang menguras isi kepala, kantong, dan air mata 🙂 Bukannya meringankan beban, si bos ini malah bikin orang-orang pengen bakar kantor. Dan saya ada di tengah-tengah macam sandwich isi tahu. Hancur byar. Saking kesalnya, di kantor saya bawa gunting gede warna oranye kemana-mana hahahahaha…. Melihat muka saya yang ekspresinya macam kembang api dan tangan saya yang membawa gunting gede, si bos mundur teratur. (Jadi ini sebenarnya saya ngantor di pasar induk keliatannya jeh). Tapi saya sudah terlanjur jueengkeeel. Maka ngomel lah saya panjang pendek 8 jam sehari. Bahkan obrolan dengan si Papap pun saya isi dengan ngomel panjang pendek soal si bos. Kebetulan si Papap kenal baik dengan si bos. Berhari-hari saya ngomel-ngomel-ngomel-dan-ngomeeeeeeel…

Sampai di suatu hari Minggu saya dan Papap beserta si Kunyil dan si Baby bepergian. Pergi dan pulang di perjalanan saya masih nyelipin omelan di sana sini. Pas pulang, antrian dari gerbang tol menuju ke rumah saya panjang luar biasa. Tiba-tiba selagi mengantri di antara ratusan kendaraan, dari depan mobil saya terdengar bunyi letusan kencang! Saya dan Papap pun langsung liat-liatan. Pelajaran: lain kali kalau dengar bunyi letusan dari mobil kita, liat-liatan gak akan menyelesaikan masalah. Semenit kemudian, indikator temperatur mesin naik. Papap bergegas meminggirkan mobil disertai klakson simpati yang panjang dari ratusan mobil di belakang kami. Papap si Jagowan Mesin pun turun dan membuka kap mobil untuk mencari mur yang mana yang kali ini cari masalah. Ternyata, selang radiator mobil lepas. Lepas! Selang yang diikat erat pakai alat-yang-saya-gak-tau-namanya itu LEPAS!

Diantara peluh keringet, kerewelan bayi, kecerewetan si Kunyil, pemandangan mobil macet, Papap memutuskan saya dan anak-anak pulang naik taksi. Tapi masalah baru muncul: posisi saya yang di sebelah kanan jalan sementara di depan saya jalan lebar itu penuh dengan mobil-mobil yang saling serobot nampaknya misi untuk mencari taksi agak terlalu ambisius. Selagi saya memutar otak untuk mencari solusi, saya dengar ada suara klakson mobil bertalu-talu, eh, meraung-raung. Antara terganggu dan penasaran saya mencari sumber suara. Sumbernya adalah sebuah mobil warna biru yang sedang menyalip kanan kiri mencari jalan mendekati mobil saya. Begitu mobil itu mendapat celah sedikit, dia melaju gesit memposisikan mobilnya berhenti di depan mobil saya diiringi tatapan bengong saya dan Papap. Dari dalam mobil, keluar lah laki-laki yang langsung tergopoh-gopoh mendekati kami.

“Kenapa? Mogok? Sudah panggil montir? Radiatornya masalah?” kata bos saya itu dengan wajah prihatin.
“…………………….”

Ya Tuhan. Harus kapok ya? Harus?

 

 

ilustrasi: istockphoto.com

Posted with WordPress for BlackBerry.

Leave a Reply