Saya harus menginjak rem dalam-dalam saat menyetir mobil di jalan tol tepat di Interchange Cawang arah TMII sore tadi. Seorang laki-laki kumal bertelanjang kaki berjalan pelan di sisi paling kanan jalan tol. Dia tidak menoleh sedikit pun ketika dalam sekejap suara klakson dari beberapa mobil menjerit kencang melihat dia.
Dari kaca spion, saya melihat dirinya termangu di pinggir pembatas jalan tol. Di tangannya ada kantong plastik kresek berisi buntalan. Wajahnya masih terlalu muda dan badannya masih terlalu kuat untuk menjadi seorang… gembel?
Mungkin saya sedang terlalu sensitif. Maksud saya, berpuluh tahun menjadi warga kota Jakarta asli, saya sudah terbiasa melihat pengemis, pemulung, gembel, orang-orang gila tergerus kerasnya hidup, anak-anak kecil pengamen… lalu kenapa sore ini berbeda?
Mungkin karena wajah linglungnya. Atau mungkin karena pundaknya yang seperti memikul beban berat. Mungkin juga karena ketidak relaan saya melihat seorang lagi anak manusia menjadi tersia-sia.
Hidup hanya sebentar. Dunia tidak akan ada selamanya. Saya tak sanggup melihat laki-laki itu menjadi korban kehidupan dalam usia yang terlalu muda. It’s like seeing a soul born wasted. It’s just not right.